Restoran Taru-ichi di distrik remang-remang Shinjuku, Tokyo, tampak ramai malam itu.
Begitu pelanggan memasuki restoran melalui pintu tarik, hal pertama yang mereka kita lihat adalah poster tentang ikan paus. Taru-ichi memang menyediakan menu daging ikan paus. Para pengunjung bisa menikmati sashimi ikan paus, ikan paus goreng atau ikan paus kukus. Ada juga sajian penis ikan paus. Shintaro Sato, manajer restoran, mengatakan rasanya agak aneh. Persoalan ikan paus ini memang sedang hangat. Kapal-kapal penangkap ikan paus Jepang bentrok dengan kelompok yang menentang perburuan ikan ini, Sea Shepherd. Masalah ini diberitakan koran-koran dan stasiun televisi di Jepang, meski tidak seramai di sejumlah negara lain, seperti Australia, yang sangat menentang perburuan ikan paus.
Bagi Sato, para aktivis ini tidak beda dengan teroris. “Tujuan mereka hanya mencari uang,” kata Sato, yang meneruskan usaha dari sang ayah. Pelanggan mulai memadati restoran. Beberapa pekerja kantor tampak duduk di satu meja. Mereka memesan sashimi ikan paus dan sake. Seperti halnya warga Jepang kebanyakan, Mitoshi Noguchi tidak ambil pusing dengan perburuan ikan paus.
“Ketika kami kecil, tidak banyak makanan pokok yang tersedia. Jadi, daging ikan (paus) ini untuk kami. Ini adalah sumber protein,” ujar Noguchi.
Ia duduk semeja dengan rekan-rekannya sekantor yang rata-rata berusia jauh lebih muda. Yoshitaka Takayanagi besar di era ketika daging ikan paus tak lagi disediakan pemerintah untuk menu makan siang di berbagai sekolah. Sebenarnya tak banyak warga Jepang yang sering memakan daging ikan paus. Takayanagi mengaku baru dua kali makan daging ikan ini.
“Saya kira daging ikan paus adalah bagian dari budaya Jepang,” kata Takayanagi.
“Tapi saya tak memiliki banyak kesempatan untuk menikmatinya.”
Takayanagi mengatakan tidak masalah bila perburuan ikan paus dilarang.
“Kalau memang populasi ikan paus makin jarang dan segera punah, tidak semestinya kita memakan daging ikan ini,” lanjut Takayanagi.
Upaya Greenpeace

Greenpeace, setiap tahun seribu ikan paus dibunuh di Jepang
Dalam upaya menghentikan perburuan ikan paus, kelompok Sea Shepherd langsung menghadang kapal-kapal Jepang di laut. Sea Shepherd tidak sendirian. Organisasi Greenpeace juga melakukan langkah serupa meski dengan pendekatan yang berbeda. Mereka menggelar aksi unjuk rasa dan membagikan video kepada anak-anak muda.
“Warga Jepang perlu mengetahui apa sebenarnya kegiatan yang biasa disebut penelitian ilmiah ini,” kata Junichi Sato, direktur program Greenpeace. Perburuan tahunan ikan paus diizinkan oleh pemerintah Jepang, yang menyebutnya sebagai penelitian ilmiah.
“Masyarakat tidak tahu bahwa Jepang membunuh hampir 1000 ikan paus per tahun di Samudera Selatan.”
“Sebagian besar masyarakat, begitu tahu apa sebenarnya kegiatan ini, akan mengatakan bahwa ini sama sekali bukan penelitian ilmiah. Maka dari itu, kami terus menyebarkan informasi ke masyarakat,” tambah Sato.
Sato dan beberapa aktivis Greenpeace dua tahun mencegat pengiriman daging ikan paus. Dia mengklaim para awak kapal menjual daging ikan paus di pasar gelap dan aparat menutup mata. Sato kemudian menyerahkan daging ini ke kantor kejaksaan sebagai bukti penjualan daging ikan paus di pasar gelap.
“Mereka menjanjikan penyelidikan, tapi sebulan kemudian kasus ini dihentikan,” kata Sato.
Ia mengatakan pada hari kasus ini dihentikan, dirinya dan beberapa aktivis Greenpeace ditangkap polisi Tokyo.
“Mereka tidak menyelidiki kasus ini. Justru orang yang membongkar kasus ini diajukan ke meja hijau.”
Sato dan kawan-kawan berharap mereka akan dibebaskan dengan dasar tindakan demi kepentingan umum. Tapi kalau dinyatakan bersalah, Sato bisa mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Peter Bethune, aktivisi yang ditangkap penjaga pantai Jepang, juga bisa diadili. Dia ditangkap dengan tuduhan memasuki wilayah Jepang dengan tidak sah.
sumber : http://solocybercity.wordpress.com/2010/03/16/wow-burger-ikan-paus-laris-di-jepang/
No comments:
Post a Comment