Ikan kurisi terkenal sebagai ikan demersal yang hidup soliter dengan pergerakan yang lambat. Morfologi ikan kurisi dapat dilihat pada Gambar
Gambar Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus).
Menurut (Bloch, 1791) in FAO (2001), klasifikasi ikan kurisi adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Super kelas : Osteichthyes
Kelas : Actinopterygii
Sub Kelas : Actinopterygii
Super ordo : Acanthopterygii
Ordo : Perciformes
Sub ordeo : Percoidei
Family : Nemipteridae
Genus : Nemipterus
Spesies : Nemipterus japonicus(Bloch 1791)
Nama Internasional : Japanese threadfine bream
Nama Indonesia : Kurisi
Ikan kurisi dicirikan dengan bentuk mulut yang letaknya agak kebawah dan adanya sungut yang terletak didagunya yang digunakan untuk meraba dalam usaha pencarian makanan (Burhanuddin et al. 1994 in Siregar 1997). Ciri-ciri ikan kurisi menurut Ficcher & Whitehead (1974) in Siregar (1997) adalah berukuran kecil, badan langsing dan padat. Tipe mulut terminal dengan bentuk gigi kecil membujur dan gigi taring pada rahang atas (kadang-kadang ada juga pada rahang bawah). Bagian depan kepala tidak bersisik. Sisik dimulai dari pinggiran depan mata dan keping tutup insang. Bentuk tubuh ikan kurisi yaitu badan memanjang, bentuk mulut terminal dan lubang hidung terletak di kedua sisi moncong, berdekatan satu sama lain.Rahang atas dan bawah ukurannya hampir sama dengan rahang bawah lebih menyembul. Pada kedua rahang terdapat barisan gigi berbentuk kerucut yakni gigi canin dan gigi viliform. Selain itu, ikan kurisi memiliki 7-8 tulang tapis insang pada bagian lengkung atas dan 15-18 tulang tapis insang pada lengkung bawah, dengan jumlah total 22-26 tulang tapis insang (Hukom et al. 2004in Harahap et al.2008 ).
Ciri-ciri ikan kurisi lainnya yaitu sirip dorsal terdiri dari 10 duri keras dan 9 duri lunak, sirip anal terdiri dari 3 duri keras dan 7 duri lunak. Ikan betina umumnya mendominasi pada ukuran tubuh yang lebih kecil dan ikan jantan mendominasi ukuran tubuh yang lebih besar.Terdapat totol berwarna jingga atau merah terang dekat pangkal garis rusuk (linea lateral). Sirip dorsal berwarna merah, dengan garis tepi berwarna kuning atau jingga (Fishbase2011).Pada bagian dorsal dan lateral tubuh ikan kurisi terdapat gradiasi warna kecokelatan. Sirip caudal dan sirip dorsal berwarna biru terang atatu keunguan dengan warna merah kekuningan pada bagian tepi siripnya.
Biologi dan Habitat
Ikan Kurisi termasuk kedalam jenis ikan damersal. Habitat ikan kurisi meliputi perairan estuari dan perairan laut. Tipe substrat sangat mempengaruhi kondisi kehidupan ikan kurisi untuk dapat berkembang dengan baik, karena sedimen dasar laut mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di dasar perairan. Kebanyakan ikan ini hidup di dasar laut dengan jenis substrat berlumpur atau lumpur bercampur pasir (Burhanuddin et al. 1984 in Siregar 1997). Hidup di dasar, karang-karang, dasar lumpur atau lumpur berpasir pada kedalaman 10-50 m (Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan 2005 in Sulistiyawati 2012). Ikan kurisi ditemukan pada kedalaman lebih dari 100 m (Masuda 1984 in Harahap et al. 2008). Menurut Allen (1999), ikan ini terdapat pada lingkungan laut pada kedalaman mencakup 100-330 m. Hukom et al. (2004) in Harahap et al. (2008) mengatakan bahwa ikan kurisi terdapat pada kedalaman lebih dari 100 m (antara 100-500 m). Selain itu, ikan kurisi tidak melakukan migrasi dan biasanya hidup berasosiasi dengan karang (Fishbase 2011).
Ikan kurisi bersifat dioecious yaitu organ reproduksi jantan dan betina terbentuk pada individu berlainan. Pembuahan terjadi secara eksternal yaitu pembuahan telur oleh sperma yang berlangsung di luar tubuh induk betina. Menurut Sjafei & Robiyani (2001) ikan ini bersifat karnivora, jenis makanan yang terdapat pada lambung ikan kurisi antara lain: udang, kepiting, ikan, gastropoda, cephalopoda, bintang laut, dan polychaeta.
Brojo & Sari (2002) mengatakan bahwa berdasarkan pola rasio kelamin dengan ukuran panjang ikan, ikan kurisi digolongkan kedalam kelompok yang terdiri dari ikan betina matang gonad lebih awal dan biasanya mati lebih dahulu dari pada ikan jantan, sehingga ikan-ikan dewasa yang lebih muda terutama terdiri dari ikanbetina, sementara ikan-ikan yang lebih besar ukurannya adalah ikan jantan. Perbandingan atau rasio jenis kelamin yang ada di alam bersifat relatif Effendie (2002). Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang pada kenyataannya di alam, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku ikan jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan laju pertumbuhannya (Nasabah 1996 in Ismail 2006). Menurut Sentan dan Tan (1975) in Brojo & Sari (2002), laju pertumbuhan ikan kurisi betina di Laut Andaman lebih rendah daripadaikan jantan setelah tahun kedua. Hal ini terjadi karena untuk mencapai matang gonad, energi yang digunakan untuk pertumbuhan gonad lebih besar dari pada untuk pertumbuhan tubuhnya.
Beberapa peneliti menemukan ukuran maksimum ikan kurisi betina lebih kecil dari pada ikan jantan (Chullasorn & Martosubroto 1986 in Brojo & Sari 2002). Dugaan lain sehubungan dengan relatif sedikitya jumlah ikan kurisi betina berukuran besar yang tertangkap, yaitu adanya migrasi ikan kurisi di sekitar Selat Sunda untuk memijah. Tempat pemijahan diperkirakan berada di sekitar daerah penangkapan utama di perairan bagian barat Pulau Jawa. Kebanyakan ikan akan berimigrasi untuk pemijahan setelah ovarium matang, danakan kembali ke daerah penangkapan setelah memijah (Brojo & Sari 2002).
Berdasarkan pengamatan Brojo & Sari (2002) menyatakan bahwa ukuran pertama kali ikan betina matang gonad (Lm) adalah pada ukuran sekitar 17 cm (kisaran 15- 18 cm) yaitu sekitar 63 % dari panjang maksimumnya. Boorrvarich & Vadhnakul in Brojo & Sari (2002)memperoleh ikan kurisi pertama kali matang gonad pada ukuran antara 45-66 % dari panjang maksimumnya. Menurut Food & Agricultural Organization (1972) in Siregar (1997), ciri-ciri khusus dari ikan kurisi adalah panjang tubuh tidak termasuk flagel pada sirip ekor maksimum 32 cm dan umumnya 12-25 cm.
Menurut Udupa in Brojo & Sari (2002), ukuran pada waktu kematangan gonad pertama kali bervariasi diantara dan di dalam spesies.Lagler (1977) in Gumilar (2011) mengatakan bahwa perbedaan ukuran ikan antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik.Menurut Gulland (1983), keadaan spawning stock yang rendah menyebabkan ketidakmampuan menghasilkan anak-anak ikan (recruitment) di masa mendatang yang akhirnya akan menyebabkan recruitment overfishing. Menurut Sjafei & Robiyani (2001) kelompok ikan kurisi yang tertangkap di Teluk Labuan diduga pada bulan April - Mei merupakan masa perkembangan bagi populasi ikan kurisi dan jugaukuran mata jaring nelayan tepat untuk ukuran pada bulan tersebut.
Sebaran Habitat
Daerah penyebaran ikan kurisi hampir terdapat di seluruh perairan Indonesia, ke utara meliputi Teluk Siam dan Philipina (Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan 2005 in Sulistiyawati 2011). Pardjoko (2001) in Priyanie (2006) mengatakan bahwa persebaran ikan kurisi di Indonesia meliputi wilayah perairan sekitar Ambon, Sumatera, jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Sumber:
- Sulistiyawati ES. 2011. Pengelolaan sumberdaya ikan kurisi (Nemipterus furcosus) berdasarkan model produksi surplus di Teluk Banten, Kabupaten Serang.Provinsi Banten. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
- Brojo Muniarti & Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) yang didaratkan Di Tempat Pelelangan Ikan Labuan (Pandeglang). Jurnal Iktiologi IndonesiaManajemen Sumberdaya PerairanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor . 2 ( l): 1-5
- Gulland JA. 1983. Fish stock assessment: a manual of basic methods, volume 1. John Wiley &Sons, inc. New York, USA. 223 p.
- Gumilar AD. 2011. Kajian stok sumberdaya ikan kurisi (Nemipterus furcosus, Valenciennes 1830) di Perairan Teluk Banten Kabupaten Serang, Provinsi Banten.[Skripsi].Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
- Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yogyakarta:Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hlm
- Sjafeir DS & Robiyani. 2001. Kebiasaan makanan dan faktor kondisi ikan kurisi, (Nemipterus tumbuloides Blkr) di Perairan Teluk Banten. Jurnal lktiologi Indonesia, l (l): 1-5.
- Ismail MI. 2006. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan tembang di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46 hlm.
- Harahap AP & Bataragoa NE. 2008. Pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan kurisi (Aphareus rutilans Cuvier, 1830) di Perairan Laut Maluku. Jurnal Pacific. 1 (3):267-291.
No comments:
Post a Comment