Pencurian ikan acapkali diikuti oleh penyelundupan narkotika dan perdagangan manusia, sehingga penting bagi PBB untuk memberlakukan pencurian ikan atau IUU Fishing (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing) sebagai bagian dari kejahatan transnasional yang terorganisir.
Demikian disampaikan Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan di Markas PBB, New York, AS hari ini. Hal ini diajukannya dalam side event di sela pertemuan UN Ocean Conference atau Konferensi Laut PBB 5-9 Juni 2017.
Dalam wawancara khusus dengan VOA Menteri Susi menyatakan berdasarkan pengalaman Indonesia banyak bukti yang mendukung proposalnya ini.
“Seperti itulah praktik modus illegal fishing di seluruh dunia, organisasinya transnasional, crew juga dari berbagai negara dan mereka bermain dengan bendera banyak negara, satu kapal bisa 25 bendera. Mereka juga bukan hanya bermain dalam kejahatan perikanan tapi juga menyelundupkan narkoba, senjata dan produk ekonomi lainnya, bahkan perdagangan manusia. Ini mengganggu kompetisi domestik karena ongkos mereka hampir tidak ada,” papar Susi.
Usul ini sudah disuarakannya sejak 2015 dan menurut Menteri Susi sekarang dukungan berbagai negara sudah semakin kuat. Termasuk yang mendukung adalah Presiden Sidang Majelis Umum PBB Peter Thomson.
Kepada VOA Peter Thomson menyatakan, “Saya menyambut upaya Indonesia dalam bidang ini. IUUF memang merupakan kejahatan transnasional. Kami berupaya keras melalui Konferensi Laut ini namun pada akhirnya ini merupakan tanggung jawab semua pihak, organisasi internasional, pemerintah, masyarakat madani, LSM dan komunitas ilmuwan. Ini bukan tanggung jawab individu tapi kita semua.”
Menteri Susi memuji peran Presiden Sidang Majelis Umum PBB yang menjadikan laut sebagai konferensi khusus yang pertama kalinya dilakukan oleh PBB.
“Saya tadi melihat semua kepala negara suaranya keras sekali melawan illegal fishing. Mereka bahkan mengakui keberhasilan pendekatan kita yang tegas,” tambahnya.
Wakil Tetap Indonesia di PBB Dian Triansyah Djani menyatakan telah lama mendesak isu ini di berbagai forum internasional dan akan memperjuangkan proposal ini hingga berujung ke resolusi PBB.
Menurutnya, “Gunanya PBB adalah untuk membentuk dan berbagi norma, jadi kita membentuk norma dan itu digambarkan dalam bentuk resolusi dan jika terbentuk pemahaman kita luaskan lagi dalam bentuk-bentuk deklarasi, kesepakatan dan konvensi, dan itu akan memakan waktu.”
Pencurian ikan merupakan salah satu target SDG (Sustainable Development Goals) atau Pembangunan Berkelanjutan PBB, yang mencanangkan agar pada tahun 2020 negara-negara anggota bisa secara efektif meregulasi panen ikan, mencegah overfishing (penangkapan ikan berlebihan) dan memberantas IUUF (illegal, unreported and unregulated fishing), praktik penangkapan ikan yang destruktif, dan menerapkan manajemen perikanan berdasarkan sains guna mengembalikan stok ikan secepat mungkin kembali ke tingkat yang bisa menghasilkan panen maksimum berkelanjutan.
SDG ini diadopsi 193 negara-negara PBB tahun 2015 dalam KTT khusus di Markas lembaga dunia ini di New York.
Menurut data Bank Dunia, Indonesia memiliki 2,6 juta nelayan dan 140 juta warganya bergantung pada sistem ekonomi kelautan dan pesisir, serta kerugian akibat IUUF mencapai 20 milyar dolar per tahun.Inilah yang menjadi motivasi Menteri Susi untuk terus keras menyuarakan pemberantasan praktek tersebut, termasuk dengan mengajukannya sebagai kejahatan transnasional di PBB.
“Ide yang terlalu dini lebih baik daripada yang terlambat. Saya bangga Indonesia punya pemikiran lebih maju dibanding negara lain dan kita sudah melakukannya, bukan hanya berbicara,” tegasnya.
Sumber: VoaIndonesia
No comments:
Post a Comment