Breaking

Saturday, May 27, 2017

Apai Itu Freeze Drying? Ini Penjelasan Ilmiah Lengkap Freeze Drying / Pengeringan Beku


Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metode pengeringan yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas.

Proses pembekuan
Proses pembekuan pada pengeringan beku akan menentukan hasil akhir produk yang dikeringkan. Laju pembekuan yang digunakan akan menentukan porositas produk kering beku yang dihasilkan. Pembekuan cepat akan menghasilkan produk kering beku yang mempunyai pori lebih kecil, karena laju perpindahan panas dari sistem berlangsung cepat sehingga dihasilkan kristal es yang kecil tersusun secara merata pada jaringan. Pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersususn pada ruang antar sel dengan ukuran pori-pori yang besar dan ukuran pori yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan suhu yang digunakan pada proses pembekuan (Heldman dan Singh 1981).

Fennema dan Powrie (1964) menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi laju pembekuan bahan pangan, yaitu 
(1) beda suhu antara produk dengan medium pendingin, 
(2) cara pindah panas ke dalam produk dan di dalam produk, 
(3) ukuran, bentuk dan tipe kemasan, 
(4) ukuran, bentuk, dan sifat termofisik bahan yang dibekukan. 

Liapis dan Bruttini (1995) mengatakan bahwa proses pengeringan beku melibatkan tiga tahap berikut : 
(a) Tahap pembekuan; pada tahap ini bahan pangan atau larutan didinginkan hingga suhu di mana seluruh bahan menjadi beku.
(b) Tahap pengeringan utama; di sini air dan pelarut dalam keadaan beku dikeluarkan secara sublimasi. Dalam hal ini tekanan ruang harus kurang atau mendekati tekanan uap kesetimbangan air di bahan baku. Karena bahan pangan atau larutan bukan air murni tapi merupakan campuran bersama komponen-komponen lain, maka pembekuan harus dibawah 0 °C dan biasanya dibawah -10 °C atau lebih rendah, untuk tekanan kira-kira 2 mmHg atau lebih kecil. Tahap utama ini berakhir bila semua air beku telah tersublim.
(c) Tahap pengeringan sekunder; tahap ini mencakup pengeluaran uap air hasil sublimasi atau air terikat yang ada di lapisan kering. Tahap pengeringan sekunder dimulai segera setelah tahap pengeringan utama berakhir. 

Proses pengeringan sublimasi
Pengeringan beku merupakan suatu teknik pengeringan pada bahan dalam keadaan beku yang dilakukan pada tekanan rendah (Slade 1967). Pada pengeringan beku, bahan yang akan dikeringkan terlebih dahulu dibekukan dan pada tekanan yang rendah kandungan air bahan yang berupa es akan langsung menjadi uap yang dikenal dengan istilah sublimasi. Proses sublimasi dilakukan pada suhu dan tekanan di bawah titik triple, yaitu pada kondisi suhu di bawah 0 °C dan tekanan dibawah 610 Pa. Hubungan antara tekanan dan suhu yang juga merupakan diagram fase air dapat dilihat pada Gambar 2. 


Menurut Harper et al. (1962) untuk merubah fase es pada bahan menjadi fase uap diperlukan panas sebesar panas laten sublimasi, yaitu sekitar 666 kalori/gram es. Panas ini dapat diperoleh dari suhu lingkungan atau dari sumber panas dari luar bahan. Pada pengeringan beku secara komersial, panas untuk sublimasi diperoleh dengan menempatkan lempeng pemanas didalam ruang pengering dan uap air yang terbentuk ditarik dengan pompa vakum yang dilengkapi dengan kondensor untuk menangkap uap air pada proses sublimasi. Selanjutnya Harper et al. (1962), menyatakan bahwa proses pengeringan terjadi keseimbangan antara aliran uap yang keluar dari bahan dan panas yang masuk ke dalam bahan. Gerakan uap air dapat terjadi oleh adanya gerakan hidrodinamik akibat adanya perbedaan tekanan parsial uap air. Jika tekanan total pada ruang vakum lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap es pada bahan tersebut, maka proses difusi sangat kecil dibandingkan dengan aliran hidrodinamik.

Pada tekanan total yang tinggi perbedaan tekanan antara permukaan sublimasi dengan permukaan lapisan kering biasanya sangat kecil dan aliran uap air terjadi secara difusi. Karena koefesien difusi bervariasi secara berlawanan terhadap tekanan total, maka laju aliran uap air menurun jika tekanan totalnya naik. Tekanan uap air ini tidak boleh lebih dari tekanan kesetimbangan sublimasi uap es pada bahan yang dikeringkan beku. Pada suhu 0 °C, tekanan kesetimbangan ini adalah 4,6 mmHg atau 610 Pa, untuk menjaga agar bahan yang dikeringkan berada pada fase beku maka suhunya harus dibawah 0 °C. 

Pindah panas dan massa 
Dalam pengeringan beku terdapat dua macam pindah panas yang dominan, yaitu pindah panas secara radiasi dan pindah panas secara konduksi, sedangkan pindah panas secara konveksi sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Pindah panas secara radiasi berlangsung dari pelat pemanas ke permukaan bahan yang dikeringkan, sedangkan pindah panas secara konduksi berlangsung dari permukaan lapisan kering ke permukaan sublimasi.

Radiasi merupakan proses pindah panas dimana panas secara langsung pindah dari satu bagian ke bagian lain yang terpisah oleh radiasi elektromagnetik, yang umumnya terjadi pada suhu tinggi sedangkan pindah panas secara konduksi adalah perpindahan panas di dalam suatu bahan yang satu dengan bahan lainnya yang terjadi karena perubahan energi kinetik diantara molekul-molekulnya tanpa melibatkan perpindahan dari molekul tersebut (Heldman dan Singh 1981).

Pada proses pengeringan akan terdapat tiga lapisan pada bahan, yaitu lapisan beku yang terdapat pada bagian dalam bahan, lapisan kering yang terdapat pada bagian permukaan bahan dan lapisan transisi yang merupakan permukaan sublimasi seperti pada Gambar 3. Selama proses pengeringan beku, permukaan sublimasi akan bergerak ke bagian dalam dan lapisan kering yang berada pada bagian luar akan semakin tebal. 


Gambar. 3 Pindah panas dan massa pada bahan selama proses pengeringan beku

Panas yang digunakan untuk sublimasi merambat melewati lapisan kering bahan menuju kepermukaan sublimasi secara konduksi. Jika suhu lapisan beku dan suhu permukaan bahan tetap, maka laju panas yang masuk ke dalam bahan akan seimbang dengan laju uap air yang keluar dari bahan yang dikeringkan. Laju aliran panas yang besar akan dapat menaikan suhu lapisan beku sampai tekanan uapnya cukup besar besar untuk meningkatkan aliran uap air untuk keluar sampai kepada permukaan lapisan kering.

Menurut Harper et al. (1962), secara prinsip pada pengeringan beku, panas yang masuk dapat dinaikan sampai bahan beku mulai akan mencair, tetapi karena lapisan kering merupakan penghantar panas yang buruk (isolator), maka panas tidak dapat merambat secara maksimal. Pada proses pindah panas konduksi ini terjadi dua kondisi, yaitu kondisi aliran mantap (steady state) dan kondisi aliran tidak mantap (unsteady state). Jika panas yang masuk ke dalam bahan sama dengan panas yang keluar melalui uap air, maka suhu pada beberapa titik pada bahan pangan tidak tergantung pada waktu dan kondisi ini disebut steady state.

Sebaliknya jika panas yang masuk tidak sama dengan panas yang keluar dan kandungan panas bahan berubah terhadap waktu, maka hal tersebut menunjukkan keadaan tidak mantap atau keadaan unsteady state (Frank 1986). Menurut Lombrana dan Izkara (1996), variabel kontrol yang paling penting dalam pengeringan beku adalah tekanan dalam ruang pengering, dimana tekanan ini dapat mempengaruhi pindah panas secara konduksi ke permukaan sublimasi dan aliran uap dari permukaan sublimasi ke permukaan lapisan kering. Konduktifitas panas pada lapisan kering akan semakin tinggi dengan semakin tingginya tekanan di dalam ruang pengering sampai pada tekanan di bawah titik tripel. Sebaiknya difusifitas uap air pada lapisan kering akan semakin kecil dengan semakin tingginya tekanan dalam ruang pengering. Tekanan dalam ruang pengering juga menentukan suhu lapisan beku bahan, semakin rendah tekanan semakin rendah pula suhu lapisan beku.

Lama pengeringan pada pengeringan beku dipengaruhi oleh kandungan air bahan, ketebalan bahan, suhu dan tekanan dalam ruang pengering. Suhu pengeringan ditentukan oleh ketahanan bahan terhadap panas, misalnya terhadap kandungan gula, asam dan komponen volatilnya. Pada pengeringan beku, suhu pengeringan ditetapkan pada jangkauan suhu yang dapat mencegah atau mengurangi kehilangan kandungan gula, asam dan komponen volatilnya (Desrosier 1988).

Menurut Lombrana dan Izkara (1996), simulasi pada pengeringan beku hanya dapat dilakukan jika pengetahuan tentang koefesien pindah panas dan fenomena transpor dan hubungannya dengan kondisi pengering dapat dikuasai. Koefesien pindah panas ini harus dilakukan dengan percobaan dengan mengukur massa air yang menguap pada suhu dan tekanan yang telah diatur dengan baik. Pengukuran suhu pada permukaan sublimasi menjadi lebih sulit karena pergerakan permukaan sublimasi tersebut dan merupakan faktor kesalahan yang utama dalam menentukan koefesien pindah panas.

Konduktivitas panas
Konduktivitas panas bahan merupakan sifat bahan yang menunjukan mudah tidaknya bahan tersebut untuk merambatkan panas. Semakin besar nilai konduktivitas panasnya, maka semakin mudah pula bahan tersebut untukmelewatkan energi panas (Kamil 1983). Secara umum nilai konduktivitas panas suatu bahan sudah tertentu, apabila ditelaah lebih lanjut nilai konduktivitas panas ini dapat dipengaruhi oleh suhu bahan tersebut. Panas yang dialirkan secara konduksi melalui medium berpori yang berupa gabungan antara bahan padat dan gas, secara teori kinetik menunjukan bahwa konduktivitas panas dari gas tidak tergantung kepada tekanan jika jarak rata-rata antara molekul gas lebih kecil jika dibandingkan dengan dimensi dari ruang pori. Kondisi ini tidak terjadi pada bahan yang berpori, karena perubahan tekanan akan mempengaruhi konduktivitas panas gas dan akan mempengaruhi konduktivitas
panas bahan.

Permeabilitas air
Pada tekanan yang tinggi, aliran gas yang melalui medium yang berpori akan mengikuti Hukum Darcy yang sama dengan Hukum Poiseulle sebagaimana aliran viskos yang melewati suatu tabung. Harper et al. (1962) menyetakan bahwa pada tekanan yang rendah, perbandingan jarak rata-rata antar molekul menjadi nyata terhadap diameter pori bahan dan kondisi ini dikenal sebagai slip flow, dimana keadaan ini terdapat slip aliran gas sepanjang permukaan yang padat dan kecepatannya akan semakin besar dari aliran viskos biasa.

Konsentrasi dan suhu bahan
Konsentrasi bahan yang dikeringkan dengan pengeringan beku mempunyai pengaruh yang besar terhadap karakteristik pengeringan. Suhu bahan (suhu permukaan) sangat berperan dalam proses pengeringan beku, jika suhu permukaan bahan semakin tinggi maka laju dari permukaan bahan ke permukaan sublimasi akan semakin besar. Menurut Wenur (1997), suhu permukaan dan tekanan memberi pengaruh terhadap lama pengeringan beku udang. Semakin tinggi suhu permukaan bahan dan semakin rendah tekanan (tekanan ruang vakum), maka pengeringan akan semakin singkat.

No comments:

Post a Comment

Adbox