Untuk mengetahui kualitas air ada beberapa cara yang
dilakukan seperti melakukan analisa terhadap parameter fisik dan kimia.
Beberapa parameter yang bisa digunakan berfungsi sebagai indikator air yang
tercemar adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Bau
, Rasa, dan Warna
Bau air tergantung dari sumber airnya, dapat juga disebabkan
oleh bahanbahan kimia seperti adanya campuran dari nitrogen, sulfur, fosfor,
protein dan bahan organik (Mahida,1992), serta adanya ganggang, plankton atau
tumbuhan dan hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Air yang berbau
dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang terkandung didalamnya, seperti air
yang berbau sulfit oleh reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan organik dan mikroorganisme
anaerob. Bau busuk yang menyerupai bau hidrogen sulfida menunjukkan adanya air
limbah yang busuk. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan tergantung pada jenis dan
banyaknya gas yang ditimbulkan (Gintings, 1992).
Bau yang paling menyerang adalah bau yang berasal dari
hidrogen sulfida. Pentingnya bau dalam penentuan kondisi air limbah ditunjukkan
oleh kenyataan bahwa konsentrasi yang sangat kecil dari pada sesuatu zat
tertentu dapat ditelesuri dari baunya. Misalnya konsentrasi dari kira kiar
0,037 mg/l ammoniak dapat menimbulkan bau ammoniak yang sedikit menyengat,
konsentrasi 0,0011mg/l daripada hidrogen sulfida menyebarkan bau khas telur
busuk , konsentrasi 0,0026 mg/l karbon disulfida menimbulkan bau yang tidak
enak dan memuakkan. Air dalam keadaan normal memiliki karakteristik yang
bersih, tidak berwarna dan tidak mempunyai rasa. Biasanya perubahan warna
dikarenakan adanya macam macam warna bahan buangan dari suatu industri seperti
industri tekstil. Namun belum tentu air berwarna lebih berbahaya daripada air
yang tidak berwarna. Standar warna limbah, meliputi coklat muda, berumur enam
jam berwarna abu-abu tua, sedangkan air limbah yang mengalami pembusukan oleh bakteri
anaerob berwarna hitam. Sedangkan perubahan bau dapat dikarenakan kandungan
protein yang berasal dari limbah industri, sedangkan perubahan rasa dikarenakan
adanya perubahan asam dan basa atau tercampurnya bahan pencemar (Hadihardja ,
1977).
2 . Perubahan
Suhu
Suhu air berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim, ukuran-ukuran suhu adalah berguna dalam memperlihatkan
kecenderungan aktivitas-aktivitas kimiawi dan biologis, pengentalan, tekanan
uap, tegangan permukaan dan nilai-nilai penjenuhan dari pada benda- benda padat
dan gas. Tingkat oksidasi zat organik jauh lebih besar selama musim panas dari
pada selama musim dingin. Nitrifikasi dari ammoniak secara kasar berlipat ganda
dengan naiknya suhu sampai 10oC.
Suhu perairan merupakan salah satu parameter fisik yang
sangat penting bagi kehidupan biota air.
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal setiap biota mempunyai batas
toleransi yang berbeda beda. Secara umum, suhu berpengaruh langsung terutama
terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik pada organisme, namun tidak
berpengaruh langsung terhadap struktur dan dispersi hewan air. Pada daerah
tropis termasuk Indonesia, suhu permukaan laut berkisar antara 28OC – 31OC dan pada
daerah subtropis 15 C – 20OC (Nontji, 1984 ).
Perubahan suhu dapat disebabkan adanya mesin pemanas dan
pendingin, atau akibat proses pengolahan limbah bahan organik oleh bakteri anaerob.
Pembusukan anaerobik juga sebagian besar dipengaruhi oleh perubahan suhu. Jarang
pembusukan terjadi didaerah titik beku, sedangkan tingkatan pembusukan terjadi
kira-kira empat kali lebih besar pada suhu 27oC jika
dibandingkan pada suhu 8oC. Air panas hasil buangan suatu industri akan meyebabkan
penurunan oksigen terlarut. Sedangkan pembuangan air dingin dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan mikroorganisme.
3. Kekeruhan
Kekeruhan dapat disebabkan karena adanya endapan, zat
koloidal, zat organik yang terurai secara halus, jasad renik dan lumpur
(Mahida, 1992), serta bahan bahan tersuspensi pada suatu bahan pencemar yang
biasanya ditimbulkan oleh adanya bahan organik oleh buangan industri, debu,
plankton atau organisme lainnya. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi
tingkat penetrasi cahaya ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis.
Selain itu kekeruhan akan mengganggu organ-organ pernafasan dan alat penyaring
makanan dari organisme perairan yang dapat menyebabkan kematian
(Wardoyo, 1981).
Sampah industri dapat menambah sejumlah besar zat-zat
organik yang menghasilkan kekeruhan. Air cucian dijalanan juga menambah
kekeruhan, semakin luar biasa kekeruhan semakin banyak limbahnya. Kekeruhan
diukur dalam bagian-bagian persejuta dalam ukuran berat atau dengan milligram
per liter, Namun ukuran tersebut umumnya terbatas pada air dan kadang kadang
hanya dibuat untuk limbah dan selokan.
4. Total Padatan
Tersuspensi (TSS)
Total padatan tersuspensi merupakan materi atau bahan
tersuspensi yang menyebabkan kekeruhan air terdiri dari komponen terendapkan,
bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid (Canter dan Hill, 1979 dalam
Wardoyo, 1975).
Total padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir
halus serta jasadjasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau
erosi yang terbawa kedalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi kedalam
perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Menurut Mays (1996), Total Padatan
Tersuspensi (TSS) adalah bahanbahan tersuspensi yang tertahan pada kertas
saring millipore berdiameter pori 0,45μm. Nilai total padatan tersuspensi
merupakan salah satu parameter biofisik perairan yang secara dinamis
mencerminkan perubahan yang terjadi di daratan maupun di perairan. Total
padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua
cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penetrasi cahaya kedalam badan air,
sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air
lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air.
Kedua, secara langsung total padatan terlarut (total dissolved solid) yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena
tersaring oleh insang. Total padatan tersuspensi dapat memberikan pengaruh yang
luas dalam ekosistem perairan.
Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi
penetrasi cahaya kedalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara
fotosintesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Erosi tanah akibat hujan
lebat dapat mengakibatkan naiknya nilai total padatan tersuspensi secara
mendadak (Sastrawijaya,2000). Banyak mahluk hidup memperlihatkan toleransi yang
cukup tinggi terhadap kepekatan total padatan tersuspensi, namun total padatan tersuspensi
dapat menyebabkan penurunan populasi tumbuhan dalam air,hal ini disebabkan oleh
turunnya penetrasi cahaya kedalam air (Connel dan Miller, 1995). Oleh karena
itu penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan dan
buangan domestik yang tercemar serta dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu
air, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Berdasarkan Kepmen-LH No 51
Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut Total padatan
tersuspensi sebesar 20 mg/ l.
5. Keasaman (pH)
Karakteristik limbah yang memerlukan pemeriksaan terperinci
adalah pH. Pada waktu limbah industri disalurkan kedalam saluran saluran air
kotor umum, perlu dipastikan bahwa pH nya berada antara 5,5 sampai 8,5. Akan
tetapi jika volume limbah industri tersebut komparatif besar, pH nya harus
berada dalam batas yang lebih sempit yaitu 7 sampai dengan 8. Banyak limbah
industri bersifat alkali keras, misalnya buangan limbah industri pabrik kulit,
pembuatan gas karbit, penggosokan tekstil, pencelupan dengan cat dan sulfur.
dapat juga bersifat asam keras misalnya buangan dari pembuatan asam, pencelupan
wool, karbonisasi kapas, serta pengalengan buah-buahan.
Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi beberapa faktor
antara lain oleh proses fotosintesis biologi dan adanya berbagai jenis kation
dan anion diperairan tersebut. Air yang normal memiliki pH antara 6,5-7,5.
Perubahan pH ini karena adanya buangan asam basa dari suatu industri. Merujuk
pada baku mutu air laut untuk kegiatan wisata bahari Kepmen LH No. 51 Tahun
2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu pH 7 – 8,5. Sedangkan
air limbah domestik yang normal biasanya mengandung sedikit basa. Pengendalian
pH suatu limbah sangat berguna dan sesuai dengan susunan yang cocok untuk
organisme-organisme khusus yang terlibat dalam pembenahan air limbah dan sampah
industri dengan proses-proses biologis.
6. Sulfur
Sulfur atau belerang adalah unsur kimia di dalam sistim
periodik yang mempunyai simbol S dan nomor atom 16. Sulfur bukan logam
multivalen yang berlimpah, tanpa rasa dan tanpa bau. Sulfur, dalam bentuk
aslinya, adalah satu kristal padat yang berwarna kuning. Dalam alam ia
ditemukan dalam bentuk unsur murni atau dalam bentuk mineral sulfida atau
sulfat. Ia merupakan unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua asam
amino yaitu sisteina dan metionina. Secara komersilnya, sulfur digunakan
terutama dalam baja dan juga dalam mesiu, korek api, racun serangga dan racun
jamur. Hidrogen sulfida (H2S)
dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated
hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah
(sewer gas). Asam sulfida merupakan gas yang tidak berwarna, beracun, mudah
terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas
biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen
(aktivitas anaerobik), Seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini
juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam. Sebagai
suplemen, belerang tersedia dalam dua bentuk , dimetil
sulfoxide (DMSO) dan methylsulfonylmethane
(MSM). Sekitar 15% dari DMSO terurai menjadi
MSM dalam tubuh. Kedunya digunakan sebagai pengobatan untuk rasa sakit. DMSO
terjadi secara alami di beberapa tanaman (seperti ekor kuda), buahbuahan dan
sayuran dan susu. Suplemen menggabungkan DMSO dengan peroksida hidrogen. MSM
penting dalam kesehatan karena membantu membentuk jaringan ikat ( tulang rawan,
tendon dan ligamen). Hal ini juga dapat memperlambat impuls saraf yang
mengirimkan sinyal rasa sakit, mengurangi rasa sakit. DMSO merupakan produk
sampingan kimia pembuatan kertas dan digunakan sebagai pelarut industri, juga
untuk tujuan pengobatan. Makanan dan obat administrasi telah disetujui untuk
menggunakan DMSO intravesical (artinya dokter menanamkannya dalam kandung
kemih). Hal ini juga digunakan dalam krim dan diminum untuk sakit serta kondisi
lain. Tidak seperti MSM, DMSO diserap melalui kulit.
7. Adanya
Radioaktivitas Pada Air
Adanya radioaktivitas pada air limbah dikarenakan adanya
bahan sisa radioaktif dari suatu industri maupun dari bahan-bahan yang
mengandung radioaktif. Limbah radioaktif dapat berasal dari pemanfaatan sumber
radioaktif dari suatu industri, rumah sakit (diagnostik dan therapy), dan
laboratorium. Limbah radioaktif dapat diklassifikasikan atas dasar jumlah
radiasi dan jenis radiasi yang memancar. Umumnya limbah radioaktif dibagi
menjadi menjadi dua yaitu :
a. Limbah radioaktif tingkat tinggi (High Level
Waste).
b. Limbah radioaktif Tingkat rendah (Low Level
Waste).
Sumber radioaktif itu sendiri berasal dari :
a. Alam lingkungan kita sendiri yang telah mendapatkan
radioaktif alam seperti dari tanah, sinar kosmik sebagai akibat peluruhan
Uranium dan Thorium. b. Industri-industri yang memanfaatkan tenaga nuklir.
c. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Penggunaan
teknologi nuklir dapat menghasilkan limbah radioaktif yang tidak terpakai,
maupun bahan bekas serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi
radioisotop karena operasi nuklir dan tidak dapat digunakan lagi. Hal ini merupakan
kendala untuk pengembangan lebih lanjut, sehingga diperlukan pemecahan dengan
menggunakan suatu metode analisis yang tepat yaitu “Cost Benefit
Analysis”
8. Adanya Bahan–bahan
Logam Berat
Berbagai kandungan logam berat yang ada dalam air limbah
antara lain: cromium, tembaga, merkuri, timbal, cadmium, nikel, seng. Bahan
kimia ini yang sering mencemari sumber air minum lewat air buangan oleh
industri, namun bahan ini tidak disangkal juga bahwa sebagian berasal dari
limbah pertanian akibat bahan dari campuran pestisida terutama Hg. Pencemaran
logam berat dapat terjadi pada air laut tempatnya para nelayan mencari ikan
yang pada akhirnya masyarakat mengkonsumsi ikan tersebut. Logam berat tersebut
masuk kedalam tubuh manusia lewat ikan-ikan yang telah mengandung merkuri
karena air laut terkena pencemaran. Efek toksisitas merkuri terutama pada
susunan sarap pusat, ginjal, saluran pencernaan dan gangguan pada mata serta
kardiovaskuler dimana Hg ini terakumulasi.
Untuk logam Hg kadar < 0,001 ppm yang relatif rendah
belum berbahaya bagi biota laut perairan terutama ikan, sesuai dengan Kepmen
KLH N0 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk beberapa logam berat pada
tabel 2.1 berikut.
9. Nitrogen
Nitrogen sebagai salah satu nutrient terdapat dalam protein.
Sedangkan protein merupakan komposisi utama plankton dan sebagai dasar semua
jaringan makanan yang bertalian dengan air. Dalam plankton terdapat 50 %
protein atau 7 sampai 10% nitrogen. Ada tiga tendon (gudang) nitrogen dalam
alam. Pertama ialah udara, kedua senyawa anorganik (nitrat, nitrit, ammoniak),
dan ketiga ialah senyawa organik (protein,urea,dan asam urik). Nitrogen
terbanyak ada di udara lebih kurang 78 % dari volumenya. Nitrogen juga terdapat
sebagai bahan organik dan diubah menjadi ammonia oleh bakteri sehingga
menghasilkan bau busuk dan bisa menyebabkan permukaan air menjadi pekat
sehingga tidak dapat ditembus cahaya matahari. Nitrogen organik terikat pada
unsur pokok sel mahluk hidup seperti misalnya purin, peptida, asamasam amino,
dan dalam air limbah domestik. Kebanyakan dari nitrogen organik berada dalam
bentuk protein-protein atau produk yang diakibatkan oleh degradasi (penurunan
kadar nilai). Nitrogen organik berubah menjadi ammoniak dengan proses
pembusukan secara anaerobik, sedangkan nitrit atau nitrat secara aerobik.
Nitrogen anorganik seperti ammonia, nitrit, gas nitrogen dapat terlarut dalam
air. Nitrogen nitrit jarang terjadi dalam konsentrasi yang lebih besar dari 1
mg/L di dalam air limbah dan selokan selokan. Terdapatnya nitrit dengan
demikian dapat menunjukkan adanya air limbah yang pembenahannya tidak sempurna.
Nitrat mewakili produk akhir dari pengoksidasian zat yang bersifat nitrogen.
10. DO ( Dissolved
Oxygen)
Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting
sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak.
Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis
oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty and Oleom, 1994). Difusi oksigen
atmosfer ke air terjadi secara langsung pada kondisi air diam karena pergolakan
massa air oleh angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya
berlangsung lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Keberadaan oksigen
terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air,
dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen akan berkurang dengan semakin meningkatnya
suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer (Jeffries and Mills, 1996).
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air
disebabkan oleh adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat
pencemar tersebut terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal
dari berbagai sumber, seperti kotoran hewan dan manusia, bahan-bahan buangan
dari industri maupun rumah tangga.
Menurut Connel and Miller (1995), sebahagian besar dari zat
pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik.
Menurut Lee et al. (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat
digunakan sebagai indikator kualitas perairan, seperti yang terlihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.2.
Status kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al, 1978).
DO (Dissolved
Oxygen) yang menunjukkan jumlah kandungan
oksigen didalam air dapat digunakan sebagai indikasi seberapa besar jumlah
pengotoran limbah. Semakin tinggi oksigen terlarut maka semakin kecil tingkat
pencemaran. kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang
adanya pencemaran bahan organik dengan bertambahnya dekomposisi dalam
menguraikan limbah yang masuk dalam perairan (Nybakken, 1982). Prinsip analisa
oksigen terlarut berlangsung oleh adanya oksigen dalam sampel yang akan
mengoksidasi MnSO4 yang
ditambahkan kedalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2. Dengan penambahan asam sulfat dan
kalium iodida maka akan dibebaskan iodine yang ekuivalen dengan oksigen
terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metode
titrasi iodometris yaitu dengan larutan standard tiosulfat dengan indikator
kanji, dengan reaksi sebagai berikut :
Hubungan antara kadar oksigen terlarut dengan suhu
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigennya semakin
berkurang. Baku mutu air laut kegiatan wisata bahari untuk konsentrasi oksigen
terlarut yang ditetapkan sesuai dengan PP No.82 Tahun 2001 yaitu > dari 3
mg/L.
11. COD (Chemical
Oxygen Demand)
Angka COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
total zat-zat organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh total zat-zat organik baik yang dapat
diuraikan secara biologis, maupun yang hanya dapat diuraikan dengan proses
kimia. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik baik
yang biodegradable maupun yang nonbiodegradable (Boyd,1990). Hal ini karena
bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator
kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak
sulfat sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang
kompleks dan sulit terurai akan teroksidasi (Boyd,1990 ;Metcalf & Eddy,
1991).
12. BOD (Biochemical
Oxigen Demand).
Adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai
atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin , 1988
; Metcalf & Eddy, 1991 ). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan
organik yang terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah
oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan
sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Prinsip
pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen
terlarut awal (DOo) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian
mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5
hari pada kondisi gelap dan suhu tetap yaitu 20oC yang disebut dengan DO5. Selisih DOo dengan DO5
( DOo - DO5 ) merupakan nilai BOD yang dinyatakan
dalam milligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan
secara analitik dengan cara titrasi iodometri (metode winkler) atau dengan
menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus.
Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses
fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima
hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme, sehingga
yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5
Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan
agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak
nol. Bilamana nilai DO5 nol
maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran BOD
memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang
bervariasi sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi,
atau penambahan populasi bakteri. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri)
sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan
waktu, karena oksidasi biokimia adalah proses lambat. Dalam 20 hari, oksidasi
bahan organik karbon mencapai 95-99 % dan dalam waktu 5 hari sekitar 60-70 %
bahan organik telah terdekomposisi ( Metcalf & Eddy,1991 ).
13. Amonia (NH3 –N)
Ammoniak (NH3-N) adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang ditemukan
di perairan Ion ammonium (NH4+) adalah bentuk transisi dari ammoniak. Amoniak diperairan
merupakan proses reduksi senyawa nitrogen organik (protein dan urea) dan
nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, selain itu juga dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang
dilakukan oleh mikroba dan jamur. Ammoniak yang terukur pada perairan alami
adalah ammoniak total (NH3 dan NH4+) (Boyd ,1990).
Ammoniak merupakan proses reduksi senyawa nitrat
(denitrifikasi) atau hasil sampingan dari proses industri. Perbedaan utama
ammoniak dengan nitrat adalah dalam hal toksisitas dan mobilitasnya, dimana
ammoniak memiliki toksisitas yang lebih tinggi (Goldman dan Horne, 1988). Pada
ekosistem perairan umumnya ammoniak terdapat dalam bentuk ion terdissosiasi NH4+
(ammonium) menjadi NH3
(ammoniak) yang ketosisitasnya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pH. Didaerah perairan, ammonia berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein
dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Ammoniak
yang terukur pada perairan alami adalah ammoniak total (NH3 dan NH4+) (Boyd 1990).
Nitrogen amoniak dapat ditentukan dengan metoda Nessler yang
terdiri dari suatu analisa kimiawi dengan menggunakan spektrofotometer. Reagen
Nessler K2HgI4 akan
bereaksi dengan NH3
dalam larutan yang bersifat
basa,menghasilkan kolloid berwarna kuning coklat sesuai reaksi berikut:
Kadar ammoniak bebas pada perairan alami biasanya kurang
dari 0,1 mg/L ( perikanan sebaiknya kurang dari 0,02 mg/l (Nemerow, 1991).
Produk larutan komersil ammoniak berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki
konsentrasi 26 derajat baume (sekitar 300 persen berat ammoniak pada 15,5 oC .
Penggunaan ammonia banyak digunakan pada proses industri pupuk urea, bahan
kimia (asam nitrat, ammonium pospat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), dan
industri pulp dan kertas (Eckenfelder,1989).
No comments:
Post a Comment