Breaking

Wednesday, May 24, 2017

PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN - Ikan Segar dan Ikan Busuk


Mutu ikan berkaitan dengan tingkat kesegaran ikan. Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikategorikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik (advance), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi (mutu rendah/ busuk). 
      
Setelah ikan ditangkap dan mati maka dalam tubuh ikan berlangsung proses ke arah pembusukan. Ikan hasil tangkapan mudah sekali mengalami kerusakan, terutama di daerah tropis, di mana suhu dan kelembaban sangat memungkinkan terjadinya proses pembusukan. Proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan bakteriologis (Ilyas, 1983). 

1. Proses Autolisis 
Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang menguraikan senyawa kimia pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang terdapat pada ikan. Enzim-enzim yang berperan di sini sebetulnya sudah melakukan kegiatan sejak ikan masih hidup, tetapi ketika itu hasilnya bermanfaat dalam proses pembentukan energi dan pemeliharaan tubuh. Ketika ikan telah mati, enzim masih tetap bekerja, tetapi kali ini satu arah, yaitu hanya memecah protein daging ikan (Connell, 1980b). 

Autolisis belum dapat disebut pembusukan karena hasil hidrolisis protein dan lemak masih dapat dimakan manusia. Namun demikian, autolisis merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun, daging menjadi lembek, terbagi menjadi lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang. Kerusakan ini menyebabkan bagian perut robek. Selain itu, pemecahan protein menghasilkan substrat yang disukai bakteri yang menyebabkan pembusukan (Murniyati, 2000). Penguraian protein dan lemak dalam proses autolisis juga akan menyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan (Ilyas, 1983). 

2. Proses Kimiawi 
Proses penurunan mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses oksidasi lemak pada ikan yang mengakibatkan bau dan rasa tengik, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan. Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam (Ilyas, 1983). 

Pengukuran kemunduran mutu ikan secara kimiawi dapat dilakukan dengan mengukur derajat keasaman (pH) daging ikan. Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar, dagingnya mempunyai pH lebih basa (tinggi) daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti misalnya ammonia, trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Hadiwiyoto, 1993). 

Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi lainnya adalah dengan menggunakan prinsip penetapan Total Volatil Bases (TVB). Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena proses penguraian asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993). 

3. Proses Bakteriologis 
Pada ikan hidup terdapat bakteri dalam jumlah besar pada saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit, tetapi bagian tubuh ikan tersebut mempunyai barrier terhadap penyerangan bakteri ke dalam daging ikan. Setelah ikan mati kemampuan barrier ikan tersebut akan hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keempat bagian tersebut (Connel, 1980a). 

Bakteri yang umum ditemukan pada ikan adalah bakteri dari golongan Pseudomonas, Alcaligenes, Micrococus, Sarcina, Flavobacterium, Serratia, Vibio, dan Bacillus. Pada ikan segar yang baru ditangkap yang dominan adalah bakteri jenis Micrococus dan Flavobacterium, kemudian setelah pembusukan berlangsung dominasi beralih kepada jenis-jenis bakteri pembusuk seperti Pseudomonas dan Achromobacter (Ilyas, 1983). 

Senyawa-senyawa yang dihasilkan dalam dekomposisi oleh bakterial dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran atau kebusukan ikan. Senyawa –senyawa yang tersebut adalah Indol, H2S, Hipoxantin, Histamin, Volatile Reducing Substance (VRS), Total Volatile Base (TVB), dan Tri Methyl Amine (TMA) (Connel, 1980a). 

Akibat dari serangan bakteri yang dimulai dari fase rigor mortis adalah penurunan mutu ikan. Penurunan mutu tersebut dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata terbenam dan sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk (Ilyas, 1983). 

Penurunan mutu ikan dipengaruhi oleh kegiatan bakteri sedangkan kegiatan bakteri erat kaitannya dengan suhu. Tabel 1 menunjukkan hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan.  Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik (organoleptik), kimiawi, maupun mikrobiologi. Parameter fisik meliputi penampakan luar ikan, kelenturan daging ikan, keadaan mata ikan, serta keadaan daging dan insang ikan. Yang menjadi parameter fisik adalah sebagai berikut (Hadiwiyoto, 1993) :
    
a. Penampakan luar  
Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan ini terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Penampakan ini makin lama akan menjadi suram warnanya, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba 

b. Kelenturan daging ikan 
Ikan segar dagingnya cukup lentur. Apabila daging ikan dibengkokkan, maka setelah dilepas segera akan kembali lagi ke bentuk semula. Kelenturan ini disebabkan karena belum terputusnya benang-benang daging. Pada ikan busuk benang-benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding selnya rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturannya. 

c. Keadaan mata 
Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya. 

d. Keadaan daging ikan 
Ikan yang masih baik kesegarannya dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan belum kehilangan cairan dagingnya sehingga daging ikan masih terlihat basah. Pada permukaan tubuhnya belum terdapat lendir yang menyebabkan penampakan ikan menjadi kusam/suram dan tidak menarik. Beberapa jam setelah ikan mati, daging akan menjadi kaku, karena kerusakan pada benang-benang dagingnya, maka makin lama akan makin hilang kesegarannya, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan tekstur kekenyalannya. 

e. Keadaan insang dan sisik 
Warna insang dapat digunakan sebagai tanda kesegaran ikan. Ikan yang masih segar mempunyai warna insang merah cerah. Sedangkan ikan yang tidak segar, warna insangnya berubah menjadi coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. kematian ikan menyebabkan peranan darah (hemoglobin) berhenti, bahkan darah dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap. 

Sisik ikan juga merupakan tanda kesegaran ikan. Pada ikan yang mempunyai sisik, ikan segar ditandai dengan masih melekat kuatnya sisik, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya. 

No comments:

Post a Comment

Adbox