Mineral mikro adalah mineral yang
diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan
dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah kurang
dari 100 mg sehari. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng,
mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro
yang dibutuhkan oleh tubuh dijelaskan sebagai berikut :
Besi (Fe)
Besi terdapat dalam semua sel tubuh
dan memegang peranan penting pada beragam reaksi biokimia. Besi yang berada
dalam tubuh berasal tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan
sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam
badan, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber
tersebut, besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia normal
sekitar 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis dan hanya sekitar 1
mg berasal dari makanan (Winarno 2008).
Kekurangan besi dapat menyebabkan
anemia, yaitu jumlah sel-sel darah merah berkurang dan karenanya jumlah oksigen
yang dibawa ke jaringan 10 juga
menurun. Besi tidak rusak oleh pemanasan, tetapi sejumlah kecil akan hilang
jika air masakan atau kaldu daging yang dimasak dibuang. Kebutuhan zat besi dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi makanan yang
berasal dari kacang-kacangan, hati, daging, kuning telur, sayuran hijau dan
hasil perikanan (Winarno 2008). Sekitar 15% zat besi yang dikonsumsi oleh tubuh
pada kondisi normal dapat diabsorpsi, sedangkan pada kondisi kekurangan zat
besi tubuh dapat mengabsorpsi hingga 35%.
Tembaga (Cu)
Tembaga memiliki peran dalam
beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan
sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel
darah merah yang masih muda (Winarno 2008). Walaupun dibutuhkan tubuh dalam
jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan
keracunan. Namun bila terjadi kekurangan tembaga dapat menyebabkan anemia,
pertumbuhan terhambat, kerusakan tulang, depigmentasi rambut dan bulu,
pertumbuhan bulu abnormal, dan gangguan gastrointestinal (Arifin 2008).
Kekurangan tembaga banyak terjadi
pada bayi usia 6-9 bulan, khususnya pada bayi yang mengalami kekurangan kalori
protein (KKP). Bayi tersebut akan mengalami leukopenia atau kekurangan sel
darah putih serta demineralisasi tulang (Winarno 2008). Hal ini dapat
disembuhkan dengan pemberian tembaga. Angka kecukupan gizi tembaga yang aman
untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg. sumber makanan utam yang
mengandung tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, unggas dan coklat
(Almatsier 2003).
Seng (Zn)
Seng merupakan komponen penting
dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam sel darah merah serta karboksi
peptidase dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai kofaktor, seng dapat
meningkatkan aktivitas enzim (Winarno 2008). Seng dalam protein nabati kurang
tersedia dan lebih sulit digunakan tubuh daripada seng dalam protein hewani.
Hal tersebut mungkin disebabkan adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion
logam (Arifin 2008).
Kekurangan
seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan
menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare,
gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan
(Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12 bulan
adalah 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2 mg/hari,
serta laki-laki dan wanita umur 10-18 tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari,
sedangkan diatas 19-65 tahun adalah 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi 2004).
Meskipun
seng terdapat pada berbagai bahan pangan, namun yang merupakan sumber utama
adalah daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu, serta kacang-kacangan.
Seng didalam daging dan ikan lebih tinggi ketersediaannya dibandingkan dengan
seng didalam sayuran (Winarno 2008).
Sumber:
- Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
- Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27(3) : 99-105.
- Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
- Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.
No comments:
Post a Comment