Salah satu
pengawetan tradisional ikan yang banyak dilakukan masyarakat adalah
fermentasi. Beberapa produk awetan ikan fermentasi tersebut diantaranya adalah
bekasam dan wadi dari daerah Banjarmasin, peda dan terasi dari Yogyakarta, Jawa
dan Lombok, dan pindang dari Jawa (Rahayu, 2002), kecap ikan dan bekasem dari
Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan (Afrianto dan Liviawaty,
1989), bekasang dari daerah Timur Indonesia (Itjong dan Ohta, 1996).
Rusip produk
fermentasi ikan asal Bangka dan Lampung, biasanya dibuat selama kurang
lebih dua minggu secara anaerob. Fermentasi secara tradisional akan memperbaiki
sifat dari bahan seperti lebih mudah dicerna dan tahan disimpan. Penambahan garam lebih dari 13% pada
substrat kaya protein seperti ikan
menghasilkan hidrolisis protein terkontrol yang mencegah
pembusukan, menghasilkan
pasta serta asam amino dan peptida yang beraroma meaty dan savory
(Steinkraus, 2002).
Afrianto dan Liviawaty (1989) menyarankan penggaraman
dilakukan dengan menaburkan garam pada permukaan ikan. Metoda ini akan
menghasilkan proses penetrasi garam ke dalam daging ikan yang lebih cepat.
Menurut Yuliana (2007) fermentasi rusip merupakan fermentasi asam laktat yang
diindikasikan oleh keberadaan bakteri asam laktat selama fermentasi.
Total volatil
bases nitrogen (TVBN) disebut juga basa yang mudah
menguap terbentuk
dalam otot jaringan ikan yang sebagian besar terdiri dari amonia, trimethylamine
(TMA) dan dimethylamine (DMA) yang kadarnya berbeda-beda antara jenis ikan, bahkan dalam suatu
jenis ikan yang sama. Keadaan dan jumlah
kadar TVBN tergantung pada mutu kesegaran ikan, makin mundur
mutu ikanTVBN akan
semakin meningkat jumlahnya. Kenaikan kadar TVBN terutama disebabkan oleh aksi bakteri, dapat dilihat dari
adanya peningkatan jumlah bakteri diikuti dengan
pembusukan ikan (Apriyantono et al., 1989). TVBN merupakan hasil dekomposisi protein oleh aktivitas bakteri dan
enzim. Pemecahan protein dapat menghasilkan 95%
amonia dan CO2 . Hasil pemecahan protein bersifat volatil
dan menimbulkan bau busuk seperti amonia, H2S, merkaptan, phenol, kresol, indol
dan skatol. TVBN sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesegaran ikan dan
sebagai batasan yang layak untuk dikonsumsi. Ikan benar-benar telah busuk ketika
kadar TVBN nya melebihi 30 mg N/100 mg (Jaya dan Rahmat, 2004).
Fermentasi merupakan proses perombakan makro molekul
(karbohidrat dan protein) tanpa memerlukan oksigen, atau dapat pula disebut
respirasi anaerob. Teknologi fermentasi merupakan suatu cara yang dapat memperbaiki
nilai gizi bahan makanan menjadi makanan yang berkualitas baik karena rasa,
aroma, tekstur, daya cerna dan daya simpannya lebih baik dari bahan asalnya
(Rahman, 1989).
Prinsip pengolahan bahan makanan secara fermentasi adalah
mengaktifkan pertumbuhan
dari mikroorganisme yang dibutuhkan, sehingga dapat merombak rantai molekul yang panjang menjadi lebih
sederhana. Bahan makanan yang telah
difermentasi memiliki nilai gizi yang lebih tinggi
dibandingkan bahan asalnya karena
komponen-komponen kompleks diubah oleh mikroorganisme
menjadi zat-zat yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Proses fermentasi
melibatkan oksidasi karbohidrat untuk menghasilkan berbagai produk yang terutama
asam organik, alkohol
dan karbon dioksida (Ray dan Daeschel, 1992). Produk ini memiliki efek pengawet melalui membatasi pertumbuhan
dan kerusakan flora patogen dalam
produk makanan. Selain itu, sejumlah produk yang diinginkan,
yang mempengaruhi kualitas makanan yang dapat dihasilkan, termasuk diacetyl
dan asetaldehida, serta senyawa yang memiliki implikasi kesehatan yang positif
seperti vitamin, antioksidan dan peptida bioaktif.
Proses pengawetan ikan dengan fermentasi yaitu menggunakan
bakteri asam laktat
karena bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam organik berupa asam laktat dan asam asetat, senyawa
asetaldehid meningkatkan citarasa serta
menghasilkan senyawa antimikroba untuk menghambat
pertumbuhan bakteri perusak (Franz et al., 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain asam, penggunaan kultur murni, suhu, oksigen,
dan bakteri asam laktat.
Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh starter BAL dalam
fermentasi makanan dan minuman disebabkan oleh gabungan berbagai metabolit yang
dihasilkan selama fermentasi (De Vuyst dan Vandamme, 1994; Caplice dan
Fitzgerald, 1999) termasuk asam organik seperti asam laktat, asetat dan propionat
diproduksi sebagai produk akhir yang memberikan lingkungan yang asam sehingga tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan berbagai patogen dan mikroorganisme pembusukan.
Asam umumnya memberi
efek antimikroba dengan merusak sel membran, menghambat transport aktif, mengurangi pH intraselular dan
menghambat berbagai fungsi metabolisme
(Doores, 1993; Blom dan Mortvedt, 1991; Caplice dan
Fitzgerald, 1999). Lactobacillus termasuk golongan bakteri asam laktat yang
sering dijumpai pada makanan fermentasi, produk olahan ikan, daging, susu, dan
buah-buahan (Napitupulu et al., 1997; Lonvaud dan Funnel, 2001; Holzapfel et al., 2001). BAL juga ada di tubuh manusia (Boris et al., 1998; Martin et al., 2003; hewan (Fujisawa dan Mitsuoka, 1996; Schrezenmeir dan de Vrese, 2001).
Sumber:
- Rahayu, S.E. 2002. Lactic Acid bacteria in fermented foods of Indonesia Origin. Agritech 23(2):75-84
- Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan pengolahan ikan. PenerbitKanisius. Yogyakarta.
- Itjong, F.G and Y. Ohta 1996. Physicochemical and microbiological changes associated with bakasang processing a traditional Indonesian fermented sauce. J. The Science of Food and Agriculture 71(1): 69-74.
- Steinkraus, K.H. 2002. Fermentations in world food processing. Comprehensive Review in Food Science and Food Safety. J. Food Science 1:23-30.
- Yuliana, N. 2007. Profil fermentasi rusip yang dibuat dari ikan teri (Stolephorus sp) Agritech 27(1)12-17. Universitas Lampung. Lampung.
- Apriyantono, A.D., N. L. Fardiaz., S. Puspitasari dan S. Budiyanto. 1989. Analisis pangan. Pusat Gizi IPB. Bogor.
- Jaya, I dan Rahmat A. 2004. Pengembangan teknologi alat deteksi kesegaran ikan dengan akustik. IPB. Bogor.
- Rahman, A. 1989. Pengantar teknologi fermentasi. Debdikbud. DIKTI. PAU Pangan dan Gizi. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.
- Ray, B and M. Daeschel. 1992. Food biopreservatives of microbial origin. CRC Press Florida. USA.
- Franz, C.M.A., W.H. Holzapfel., M.E. Styles. 1999. Enterococci at the crossroads of food safety. International of Food Microbiol 47:1-24.
- De Vuyst L and E.J. Vandamme. 1994. Bacteriocins of lactic acid bacteria. Blackie Academic dan Professional. Glasgow
- Doores, S. 1993. In Davidson P.M. and A.L. Branen. Organic acids. Marcel Dekker. New York 12:95-136.
- Blom, H and C. Mortvedt. 1991. Antimicrobial subtances produced by food associated microorganism. Biochemichal Society Transactions 19:694-698
- Caplice, E and G.F. Fitzgerald. 1999. Food fermentations: Role of microorganism in food production and preservation. Intern J. Microbiol 50:131-149.
- Napitupulu, N.R., A. Kanti., T. Yulinery., R. Hardiningsih dan H. Julistiono. 1997. DNA plasmid Lactobacillus asal makanan fermentasi tradisional yang berpotensi dalam pengembangan sistem inang vektor untuk bioteknologi pangan. Jurnal Mikrobiologi Tropis 1:91-96. New York.
- Lonvaud and A. Funel. 2001. Biogenic amines in wines role of lactic acid bacteria. FEMS Microbiol Letters 199:9-13.
- Holzapfel, W.H., P. Haberer., R. Geisen., J. Bjorkroth., U. Schillinger. 2001. Taxonomy and important features of probiotic microorganism in food nutrition.Am.J.Clin. Nutr.73:365-373.
- Boris, S., J.E. Suarez., F. Vazque., Barbes. 1998. Adherence of human vaginal Lactobacilli to vaginal epithelial cell sand interaction with uropathogens.Infect. Immun 66:1985-1989.
- Fujisawa, T and Mitsuoka. 1996. Homofermentative Lactobacilus species predominantly isolated from canine feces. J. Vet. Med. Sci 58:591-593.
- Martín, R., S. Langa., C. Reviriego., E. Jimínez., M.L. Marín., J. Xaus., L. Fernández and J.M. Rodríguez. 2003. Human milk is a source of lactic acid bacteria for the infant gut. J.Pediatr 143:754-758.
- Schrezenmeir, J., M. de Vrese. 2001. Probiotics and synbiotics approaching a definition. Am. J. Clin. Nutr.73:361-364.
No comments:
Post a Comment