Mutu ikan
berkaitan dengan tingkat kesegaran. Kesegaran adalah tolak ukur untuk
membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikategorikan
masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi
yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Berdasarkan
kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang
kesegarannya masih baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik (advance),
ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak
segar lagi (mutu rendah/ busuk) (Hadiwiyoto, 1993).
Setelah ikan
ditangkap dan mati maka dalam tubuh ikan berlangsung proses ke arah pembusukan.
Ikan hasil tangkapan mudah sekali mengalami kerusakan, terutama di daerah
tropis, di mana suhu dan kelembaban sangat memungkinkan terjadinya proses
pembusukan. Proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga
macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan mikrobiologis (Ilyas, 1983).
1. Proses Autolisis
Autolisis adalah
proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzimenzim yang terdapat dalam
tibuh ikan sendiri. Proses ini terjadi setelah ikan melewai fase rigor
mortis (Afriyantono dan Liviawaty, 1989). Penurunan pH saat fase rigor
mortis menyebabkan enzim-enzim dalam jaringan ikan yang aktivitasnya
berlangsung pada pH rendah menjadi aktif yakni enzim katepsin.
Enzim katepsin
berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, merombak
struktur jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan sehingga
rentan terhadap serangan bakteri. Faseini merupakan fase transisi antara segar
dan busuk, namun ikan dalam fase ini seringkali masih dianggap cukup segar dan
layak untuk dikonsumsi. Selama aktivitas enzim masih berlangsung ikan masih
tergolong segar (Yunizal dan Wibowo, 1998).
Pada ikan yang
masih hidup kerja enzim selalu terkontrol sehingga aktivitasnya menguntungkan
bagi kehidupan ikan itu sendiri. Selama ikan hidup, enzim-enzim yang terdapat
dalam tubuh berasal dari daging (katepsin), enzim pencernaan ataupun enzim yang
berasal yang berasal dari mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan
yang akan membantu proses metabolisme makanan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Namun setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara
aktif namun sistem kerjanya tidak terkontrol karena organ pengontrol yaitu otak
tidak berfungsi lagi sehingga enzim dapat merusak organ tubuh ikan (Junianto,
2003).
2. Proses oksidasi
Proses penurunan
mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses oksidasi lemak pada ikan yang
mengakibatkan bau tengik dan rasa, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan.
Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam. Proses
oksidasi terjadi hampir bersamaan dengan perombakan jaringan oleh bakteri
(Ilyas, 1983).
Pengukuran
kemunduran mutu ikan secara kimiawi dapat dilakukan dengan mengukur derajat
keasaman (pH) daging ikan. Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar, dagingnya
mempunyai pH lebih basa (tinggi) daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan
karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti misalnya ammonia,
trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
Penentuan
kesegaran ikan secara kimiawi lainnya adalah dengan menggunakan prinsip
penetapan Total Volatil Bases (TVB). Prinsip penetapan TVB adalah
menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena proses penguraian asam
amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993).
3. Proses Mikrobiologis
Fase perubahan
karena mikrobiologis merupakan proses pembusukan yang di sebabakan aktivitas
mikroganisme, terutama bakteri. Senyawa sederhana hasil autolisis teryanta
sangat dibutuhkan bakteri pembusuk sehingga mendorong pertumbuhan bakteri
pembusuk. Bakteri tersebut mengeluarkan enzim ke jaringan daging untuk mengubah
protein menjadi senyawa yang mudah larut (Yunizal dan Wibowo, 1998).
Selama ikan
hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang, saluran darah,
dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerang bagianbagian tubuh ikan
(Junianto, 2003). Hal ini disebabkan ikan hidup memiliki kemampuan untuk
mengatasi aktivitas mikroorganisme. Setelah ikan mati, bakteri-bakteri
menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat pada kulit
menuju jaringan tubuh bagian dalam. Penyerangan bakteri terhadap tubuh ikan
yang telah mati ada tiga macam, yaitu dari insang dan luka ke tubuh bagian
dalam, dari saluran penceranaan ke jaringan daging dan dari kulit ke jaringan
daging (Afrianto dan Liviawaty, 2010).
Penurunan mutu
ikan dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis,
mata terbenam dan sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan
susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk (Ilyas,
1983). Penurunan mutu ikan dipengaruhi oleh kegiatan bakteri sedangkan kegiatan
bakteri erat kaitannya dengan suhu. Tabel menunjukkan hubungan antara suhu, kegiatan
bakteri dan penurunan mutu ikan.
No comments:
Post a Comment